Friday, December 17, 2010

Topi


Topi yang kubeli itu berkisah. Mencoba bicara melalui apa yang dialaminya. Mengajariku membuka mata atas dunia yang tak mudah.



            Aku membelinya. Kombinasi warna membuatku terpaku saat pertama aku melihatnya. Entah kenapa, kebahagiaan muncul saat aku sadar bahwa topi itu akan ada dalam hari-hariku.



            Aku memakainya. Saat aku tengah berjalan menuju sekolah, hujan turun membajiri kota. Aku berlari dengan sang topi yang bertengger di atas kepalaku. Topi itu melindungi kepalaku.



            Aku melihatnya. Pak Tua itu tengah menengadah di tengah hujan. Bukanlah uang atau sepotong roti yang ia dapatkan,  hanya rintikkan hujan yang menggenang di atas telapak tangannya. Aku berhenti sejenak untuk menatap sosok rapuhnya. Yang terlihat bukan kepura-pura-an. Melainkan kesungguhan. Aku melepas topi itu. Memakaikannya di atas kepala Pak Tua yang sudah mulai botak dan penuh rambut putih. Pak Tua tersenyum. Sedikit lindungan dari hujan membuatnya sedikit lebih tenang. Aku merelakan topi itu dan berlari mengejar waktu.



            Aku memikirkannya. Topi itu membuat ku tidak dapat berpikir jernih selama pelajaran berlangsung. Topi itu akan kuambil. Itu yang terlintas.



            Sepulang sekolah, aku berjalan menuju ke tempat Pak Tua terduduk. Aku bertanya padanya mengenai topiku, mungkin terjatuh saat saya hendak beli minum..Adik mau?



            Topi itu ada. Kebahagiaan menerpaku. Kutengerkan kembali topi itu di pucuk kepalaku. Dan berjalan menuju istanaku.



            Ia mengikutiku. Seorang anak kecil berjalan dibelakangku. Lusuh sekali pakaiannya. Dan ia terus menatapnya. Menatap topiku.

           

            Gadis itu memintanya. Berkata bahwa ia tak punya cukup uang untuk membeli hadiah untuk kakaknya. Orang tuanya telah tiada. Dan lagi-lagi aku melepas topi itu dari kepalaku. Memberikannya pada si gadis malang berhati mulia. Ia pun tersenyum lebar. Sambil memeluk topi itu, ia berlari ke arah angin.



            Ternyata sang kakak merasa kesal pada sang adik dan mengembalikan topi itu kepadaku dua hari kemudian. Aku yang merasa kehilangan merasa sangat terhibur saat tau topi itu akan kembali kesisiku. Topi itu tampak dekil dan lusuh..



            Topi itu sudah kucuci. Bersih dan wangi. Hingga akhirnya seorang anak laki-laki yang begitu tampan berkata bahwa ia menyukainya. Namun kali ini, aku tak bermaksud untuk menyerahkannya.



            Ternyata anak itu sungguh gigih. Setiap hari datang ke rumahku hanya untuk melihat si topi. Dan tanpa sadar, anak itu mulai mengisi hari-hariku. Aku begitu menyayanginya..



            Hingga suatu hari ia tak muncul jua. Aku merasa kesepian..



            Dua hari kemudian, sosoknya kembali hadir. Wajahnya yang pucat kembali mengemis meminta topi. Aku sayang padanya. Aku sayang pada topiku. Dan akupun menyatukan rasa itu menjadi satu. Topi itu kuberikan..



            Anak itu memelukku. Menangis atas rasa bahagia yang dirasakannya. Aku balas memeluknya. Memeluk ia dan memeluk topiku. Kami melewati hari bersama. Anak itu tertidur di pangkuanku. Aku membelai rambut hitamnya. Menikmati tiap detikku bersama dengannya.



            Malam tiba. Anak itu pasti dicari orang tuanya. Aku menggoyangkan tubuh mungilnya yang masih memeluk si topi. Ia tak bergerak. Ia terus terpejam. Saat aku tersadar, oh tidak...ia melepas nyawanya...



            Aku menangis sambil memeluknya. Sembari teringat akan setiap caranya yang lucu untuk terus melihat topiku..



            Kali ini, aku merelakan dua hal. Tidak hanya kepergian anak itu, tapi juga topiku. Aku menyerahkan topi itu pada orang tuanya dan berkata, “banyak hal yang menjadi pelajaran bagiku. Topi ini bukan topi biasa. Ia bertindak. Ia mengajariku. Biarlah topi ini kuberikan. Kurasa ia butuh teman sekaligus pelindung di dunia maya...”

No comments:

Post a Comment