Aku terduduk merenung dengan secangkir kopi hangat di
beranda kamar rumahku. Sudah kurang lebih tiga jam hujan turun dengan derasnya,
seolah hadir melengkapi segala kegelisahan yang tengah berkecamuk dalam benak
kecilku. Pandanganku kosong menatap sesuatu yang tak tampak di ujung batas
garis pandang. Sesekali hujan yang turun terlihat seperti sedang menari karena
dihembus angin. Sesekali pula senyumku hadir dan melesap dalam hitungan detik.
Di atas meja kecil disampingku, tergeletak ipod yang
mengalunkan lagu “Quando, quando, quando” dari Michael Buble. Setelah satu
tarikan nafas, akupun meneguk kopi hangat itu dan membiarkannya mengalir,
menghangatkan tubuh yang sudah dibalut sweater kebesaran.
Tahukah kamu? Suasana itu adalah suasana yang sempurna atas apa
yang dirasakan. Bisakah dibayangkan bahwa kini, aku sama dengan rintik air yang
membasahi bumi saat ini. Terjatuh, terombang-ambing oleh angin saat hendak
mencapai tanah air. Terlalu sama dengan yang lain sementara aku ingin menjadi
rintik hujan yang berwarna-warni. Dan lihat pohon itu. Walaupun aku
diombang-ambing angin, aku bersyukur bahwa aku masih berdiri dan belum sampai
dititik kejatuhan. Seperti pohon tua itu, yang walaupun dihempas angin kencang,
Ia masih berdiri gagah walau harus membiarkan beberapa daunnya gugur dan
terbawa arus angin.
Hey, coba lihat langitnya! Mendung tak terkira. Kehilangan
cahaya matahari sementara seolah tahu bahwa kini akupun tengah kehilangan
cahaya yang serupa. Kupandangi pula anak kecil berkaki pincang di ujung komplek
rumah ku yang buru-buru berlari pulang untuk mencari kehangatan dengan penuh
perjuangan. Lamban, terseok-seok. Peluhnya menyatu dengan air hujan yang
jatuh.Tak perduli sakit, yang Ia tahu Ia sampai di istana peristirahatannya.
Apa yang kulihat seolah mendeskripsikan hal-hal yang campur
aduk dalam pikiranku kini. Tanpa arah. Berdiri di tempat. Terombang-ambing. Tak
beridentitas.
Dan lihat! Hujan tiba-tiba saja berhenti. Si anak pincang
menatap langit dan tersenyum senang. Pepohonan terlihat segar akibat sisa air
seperti kristal diatas dedaunan. Matahari sedikit muncul dibalik awan yang
perlahan-lahan membiru. Kopi hangat membawaku pada sebuah senyuman. Kalian tahu
bagian paling indahnya? Selalu ada pelangi yang muncul setelah kelamnya
suasanya hujan.
Meja kantor,
Selasa, 23 April 2013
11:33 AM
No comments:
Post a Comment